Kita mungkin sering mendengar, orang tua yang berkata: “Naak, yang rajin sekolah, jadi orang pinter, dapatkan nilai setinggi mungkin, supaya kamu bisa bekerja di perusahaan yang terbaik.” Tidak ada yang salah dengan keingian seperti itu. Hal itu umum terjadi pada dikatakan oleh para orang tua, karena mereka selalu melihat sesuatu hal yang biasa terjadi. Mereka melihat orang biasanya bekerja dari pagi hingga sore, dapat gaji, dan itu lah kehidupan yang umumnya dilihat. Sekali lagi, tidak ada yang salah dengan pandangan tersebut dan itu adalah pilihan.
Kita ini sebagaimana fitrahnya, diturunkan Allah ke muka bumi ini adalah untuk menjadi khalifah. Khalifah itu bisa berbentuk menjadi pemimpin diri sendiri, menjadi imam di keluarga, menjadi suami, menjadi ayah, dll. Tetapi derajat kekhalifahan kita tentu saja berbeda-beda. Kekhalifakan Rasulullah tidak dapat disamakan dengan seorang suami yang hanya merasa cukup pergi pagi pulang petang bekerja untuk mendapatkan penghasilan, lalu akhir pekan bercengkrama bersama keluarga. Lalu hari Senin kembali bekerja menjalani rutinitas.
Rasulullah adalah khalifah yang sangat mulia, karena dibalik kewajibannya menjadi suami, ayah dari putra-putranya, Beliau tidak hanya memikirkan keluarga, tetapi juga umatnya. Rasul rela mengorbankan harta dan nyawanya untuk kepentingan umat, yaitu demi tegaknya khilafah Islamiyah. Bahkan diakhir hayatnya, Rasul selalu mengkhawatirkan umatnya, “Ummatii, Ummatii…” Allahhumma solli ala Muhammad, sholawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada Muhammad SAW. Rasul adalah khalifah di atas rata-rata orang pada umumnya, Beliau menanggung tanggung jawab dan beban yang sangat besar, yaitu umatnya.
Dalam keseharian kita, coba kita perhatikan, banyak orang yang menjalani kehidupannya biasa-biasa saja. Sekali lagi tidak ada yang salah, karena itu pilihan. Tetapi ada diantara kita yang berani mengambil tanggung jawab lebih besar, ada mengambil sebuah profesi yang juga menuntut tanggung jawab yang besar. Seorang direktur tentu saja memiliki tanggung jawab dan beban kerja yang lebih besar daripada seorang karyawan biasa. Konsekuensinya, pikiran yang dia sediakan untuk pekerjaanya jadi lebih besar.Hal yang sama yang mungin dialami oleh pemimpin umat, ulama, pejabat, artis yang sedang ngetop, dan pekerjaan lainnya yang hanya sedikit dilakukan orang. Ulama biasanya jauh lebih sedikit dari umatnya. Pejabat, lebih sedikit daripada rakyatnya, artis lebih sedikit daripada penggemarnya. Ada konsekuensi yang harus dihadapi oleh mereka-mereka yang memiliki kegiatan di atas orang rata-rata. Mungkin pikiran yang harus lebih terbagi, tenaga yang harus lebih banyak, serta waktu yang harus diatur lebih ketat lagi. Konsekuensi ini juga harus di fahami oleh orang-orang sekitar orang tersebut. Tentu saja, sebagai pejabat, waktu yang dia curahkan tidak hanya untuk istri/suami, anak dan keluarga, tetapi juga untuk rakyatnya. Nah, diperlukan seorang istri/suami yang mengerti keadaan ini, serta anak-anak yang juga sabar menghadapi kenyataan ayahnya lebih sibuk dari ayah temennya, juga orang tua yang harus memahami, kalau anaknya tidak lagi menjadi milik mereka sendiri, tetapi milik masyarakat.
Menjadi orang rata-rata dengan di atas rata-rata adalah pilihan, dan semuanya akan diminta pertanggungjawabannya.
Bagaimana dengan saya sendiri? Saya sejak dahulu memiliki impian untuk menjadi orang di atas rata-rata. Saya tidak hanya ingin berhasil dalam berkeluarga, tetapi juga menjadi orang yang bermanfaat bagi sekeliling saya. Tetapi rupanya Allah memberikan ujian kepada saya, jangankan berhasil dan bermanfaat buat lingkungan, saya malah gagal dalam membina rumah tangga. Saya tidak tahu apakah karena pasangan saya tidak kuat mengikuti pola hidup dan mungkin terlalu minder mengikuti impian-impian saya?
Kalau saya diperbolehkan memilih, saya tidak hanya ingin menjadi suami yang sukses, menjadi ayah sahabat anak-anak, menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, tetapi saya juga ingin menjadi perpanjangan tangan rejeki bagi orang lain, saya juga ingin membawa berkah bagi orang-orang sekeliling saya, menjadi sumber inspirasi dan kebahagiaan orang-orang lain.
Akankah Tuhan izinkan saya menggapai keinginan itu? Saya cuma bisa berdoa dan berusaha, Allah izinkan dan berikan kepercayaan kepada saya. Dan saya juga berdoa, semoga saya bisa menemukan orang-orang yang mendukung saya, pasangan yang mau mengerti saya, anak-anak yang tetap hormat dan sabar kepada saya meski waktu cengkrama saya berkurang dengannya, serta keluarga dan sahabat-sahabat yang mendukung saya.
Kita ini sebagaimana fitrahnya, diturunkan Allah ke muka bumi ini adalah untuk menjadi khalifah. Khalifah itu bisa berbentuk menjadi pemimpin diri sendiri, menjadi imam di keluarga, menjadi suami, menjadi ayah, dll. Tetapi derajat kekhalifahan kita tentu saja berbeda-beda. Kekhalifakan Rasulullah tidak dapat disamakan dengan seorang suami yang hanya merasa cukup pergi pagi pulang petang bekerja untuk mendapatkan penghasilan, lalu akhir pekan bercengkrama bersama keluarga. Lalu hari Senin kembali bekerja menjalani rutinitas.
Rasulullah adalah khalifah yang sangat mulia, karena dibalik kewajibannya menjadi suami, ayah dari putra-putranya, Beliau tidak hanya memikirkan keluarga, tetapi juga umatnya. Rasul rela mengorbankan harta dan nyawanya untuk kepentingan umat, yaitu demi tegaknya khilafah Islamiyah. Bahkan diakhir hayatnya, Rasul selalu mengkhawatirkan umatnya, “Ummatii, Ummatii…” Allahhumma solli ala Muhammad, sholawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada Muhammad SAW. Rasul adalah khalifah di atas rata-rata orang pada umumnya, Beliau menanggung tanggung jawab dan beban yang sangat besar, yaitu umatnya.
Dalam keseharian kita, coba kita perhatikan, banyak orang yang menjalani kehidupannya biasa-biasa saja. Sekali lagi tidak ada yang salah, karena itu pilihan. Tetapi ada diantara kita yang berani mengambil tanggung jawab lebih besar, ada mengambil sebuah profesi yang juga menuntut tanggung jawab yang besar. Seorang direktur tentu saja memiliki tanggung jawab dan beban kerja yang lebih besar daripada seorang karyawan biasa. Konsekuensinya, pikiran yang dia sediakan untuk pekerjaanya jadi lebih besar.Hal yang sama yang mungin dialami oleh pemimpin umat, ulama, pejabat, artis yang sedang ngetop, dan pekerjaan lainnya yang hanya sedikit dilakukan orang. Ulama biasanya jauh lebih sedikit dari umatnya. Pejabat, lebih sedikit daripada rakyatnya, artis lebih sedikit daripada penggemarnya. Ada konsekuensi yang harus dihadapi oleh mereka-mereka yang memiliki kegiatan di atas orang rata-rata. Mungkin pikiran yang harus lebih terbagi, tenaga yang harus lebih banyak, serta waktu yang harus diatur lebih ketat lagi. Konsekuensi ini juga harus di fahami oleh orang-orang sekitar orang tersebut. Tentu saja, sebagai pejabat, waktu yang dia curahkan tidak hanya untuk istri/suami, anak dan keluarga, tetapi juga untuk rakyatnya. Nah, diperlukan seorang istri/suami yang mengerti keadaan ini, serta anak-anak yang juga sabar menghadapi kenyataan ayahnya lebih sibuk dari ayah temennya, juga orang tua yang harus memahami, kalau anaknya tidak lagi menjadi milik mereka sendiri, tetapi milik masyarakat.
Menjadi orang rata-rata dengan di atas rata-rata adalah pilihan, dan semuanya akan diminta pertanggungjawabannya.
Bagaimana dengan saya sendiri? Saya sejak dahulu memiliki impian untuk menjadi orang di atas rata-rata. Saya tidak hanya ingin berhasil dalam berkeluarga, tetapi juga menjadi orang yang bermanfaat bagi sekeliling saya. Tetapi rupanya Allah memberikan ujian kepada saya, jangankan berhasil dan bermanfaat buat lingkungan, saya malah gagal dalam membina rumah tangga. Saya tidak tahu apakah karena pasangan saya tidak kuat mengikuti pola hidup dan mungkin terlalu minder mengikuti impian-impian saya?
Kalau saya diperbolehkan memilih, saya tidak hanya ingin menjadi suami yang sukses, menjadi ayah sahabat anak-anak, menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, tetapi saya juga ingin menjadi perpanjangan tangan rejeki bagi orang lain, saya juga ingin membawa berkah bagi orang-orang sekeliling saya, menjadi sumber inspirasi dan kebahagiaan orang-orang lain.
Akankah Tuhan izinkan saya menggapai keinginan itu? Saya cuma bisa berdoa dan berusaha, Allah izinkan dan berikan kepercayaan kepada saya. Dan saya juga berdoa, semoga saya bisa menemukan orang-orang yang mendukung saya, pasangan yang mau mengerti saya, anak-anak yang tetap hormat dan sabar kepada saya meski waktu cengkrama saya berkurang dengannya, serta keluarga dan sahabat-sahabat yang mendukung saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar