Rabu, 15 Agustus 2012

Mudik, tradisi Indonesia yang unik dan asyik


Ngomongin Indonesia tak akan pernah ada habisnya, apalagi hal-hal fantastik yang tidak akan dimiliki oleh negara lain. Mulai dari kondisi astronomis dan geografisnya, kekayaan alamnya yang melimpah ruah, keindahan alam di setiap sudut pulau, keanekaragaman hayati beserta satwa yang begitu menakjubkan dan tersebar luas di berbagai wilayah di Indonesia, membuat negara manapun merasa iri karenanya. Sejarah panjang bangsa yang mengagumkan, budaya, sifat dan sikap masyarakat nya yang sudah menjadi ciri khas sejak dulu, keanekaragaman jenis panganan, seni, budaya dan bahasa yang jumlahnya tak tertandingi oleh bangsa manapun di dunia ini, ukiran prestasi warganya yang tercatat dalam sejarah dunia dan beragam ciri khas lainnya. Siapa di dunia ini yang tidak mengenal pulau Bali dan Lombok beserta pantai-pantai “dewa” nya, Komodo yang hanya ada di Indonesia, megahnya Borobudur, Gunung Bromo yang luar biasa dan sederet obyek wisata lain yang mendunia.
Terlalu banyak kisah atau cerita menarik tentang Indonesia yang di sampaikan dalam berbagai ruang dan kesempatan. Saya harap anda tidak bosan meluangkan waktu sejenak untuk mendegar cerita saya tentang salah satu hal yang merupakan ciri khas masyarakat Indonesia. Apa itu?
Setiap orang akan bilang “Indonesia Banget” setelah mendengar istilah “mudik”. Koreksi jika ucapan ini salah. Ritual tahunan yang membuat ratusan bahkan mungkin jutaan manusia melakukan mobilitas besar-besaran dengan tujuan yang sama yaitu pulang kembali ke kampung halamannya. Tradisi yang terjaga dan menjadi fenomena unik yang tak kan surut atau lekang ditelan jaman.
Mudik bukan suatu kegiatan yang mudah dan murah, apalagi buat perantau dengan penghasilan yang boleh dibilang pas-pasan seperti saya. Tidak mudah karena perlu menyesuaikan jadwal mudik dengan jadwal pekerjaan dan tanggal cuti bersama. Selain itu perlu pertimbangan yang cukup matang dan terencana 1 bulan bahkan 3 bulan sebelum mudik. Tapi tentunya hal ini tidak berlaku bagi anda yang berencana mudik dengan menggunakan kendaraan pribadi. Tidak murah karena biaya yang harus disiapkan untuk perjalanan mudik ini dalam jumlah yang tidak sedikit, selama kurang lebih 4 tahun saya bekerja di Kalimantan Selatan tak pernah satu kalipun saya mendapatkan tiket murah saat mudik. Kisaran harganya jauh di atas harga rata-rata, bahkan hingga dua hingga tiga kali lipat dari harga biasanya. Selain itu “salam tempel” juga harus disiapkan dengan cukup cermat, untuk orang tua, mertua, kakak, adik, nenek, sepupu. keponakan dan banyak lagi. Keikhlasan kita benar-benar di uji untuk urusan “biaya” ini.
Berikut rangkuman saya tentang tahap-tahap perjuangan dalam melakukan ritual mudik agar sampai ke kampung halaman dengan selamat. Di dalamnya juga penuh dengan hal-hal khas Indonesia yang selain unik juga asyik, apakah anda juga pernah merasakannya?
  • Dilema Perburuan Tiket
Perjuangan awal yang cukup harus dilakukan dalam berburu tiket angkutan baik itu pesawat, bus, kapal terlebih-lebih kereta api. Pengalaman ini saya peroleh ketika masih kuliah di Jakarta. Selain harganya yang melangit, masalah tiket ini tidak bisa diremehkan begitu saja. Telat sedikit, bisa-bisa gigit jari tak memperoleh tiket karena kehabisan sehingga harapan dan angan mudik melayang. Antri tiket (khususnya tiket kereta api) yang mengular adalah pemandangan biasa saat momen mudik tiba. Berdesakan, berdiri ber-jam jam, bahkan tak sedikit yang menginap di depan stasiun untuk memastikan mendapatkan tiket terlebih dahulu. Satu hal lagi yang unik dari proses perburuan tiket ini khususnya di detik-detik terakhir menjelang hari H-7 Lebaran adalah hadirnya sosok yang “Indonesia banget” siapa lagi kalau bukan CALO. Entah siapa mereka dan dari mana asal mereka, tiba-tiba saja menawarkan tiket dengan harga menggila yang jauh lebih mahal daripada tiket resminya. Dan anehnya meskipun mahal, masih ada saja calon pemudik yang terpaksa maupun sukarela membeli tiket dari mereka. Perasaan dilema inilah yang harus siap ditanggung oleh calon pemudik manapun yang kehabisan tiket untuk mudik.
  • Berat dan banyaknya barang bawaan
Koper dan tas penuh sesak memenuhi setiap celah di sudut-sudut angkutan umum. Terlihat minimal 1 orang pemudik membawa 1 koper atau tas yang berukuran SUPER (beberapa terlihat dengan lebih dari 2 tas), bahkan di beberapa kesempatan saya melihat ada pemudik menenteng tas yang lebih cocok digunakan untuk hiking ke gunung atau koper besar yang menggembung mirip pedagang Pasar Tanah Abang. Belum lagi ditambah dengan barang bawaan lainnya seperti oleh-oleh atau buah tangan dalam jumlah yang tidak sedikit. Tidak berasa mudik jika tidak membawa barang yang namanya oleh-oleh, celutuk teman saya.
  • Perjalanan mudik, perjalanan yang “asyik”
Tak sedikit pemudik yang masih bertekad untuk berpuasa meskipun mereka masuk dalam golongan orang-orang yang diperbolehkan untuk berpuasa. Di sinilah ujian yang sesungguhnya, dalam keadaan lapar, haus masih juga harus menahan amarah, jengkel dan kesal pada kejadian-kejadian yang ditemui saat perjalanan.
Berhimpit dan berdesakan dalam kereta api, bus dan kapal adalah hal yang sangat wajar saat mudik. Saya mengalaminya, meskipun kereta api kategori bisnis dan kapal api tiket eksekutif tak luput dari yang namanya berdesak-desakan. Bahkan beberapa orang yang kehabisan tiket pun terpaksa ambil jalan pintas, tetap membeli tiket meskipun tanpa tempat duduk. Atau terkadang ada penumpang nakal yang tidak memiliki tiket tetap nekat naik angkutan dengan cara “bayar di atas”, sebuah cara yang mengandalkan keberuntungan yaitu membayar kondektur dengan sejumlah uang damai. Jika kondektur berhasil di nego, maka si penumpang boleh tetap menumpang dalam angkutan, tapi jika kondekturnya tegas dan jujur maka naas bagi si penumpang yang harus rela diturunkan di jalan atau bayar denda 10x harga tiket resmi. Hal yang sama terjadi pula pada bus dan kapal laut.
Tapi satu hal yang paling “indonesia” dari semua rangkaian peristiwa mudik yaitu saat waktu buka puasa dan sahur. Semangat kebersamaan dan tolong-menolong tampak jelas di depan mata, tak sedikit pemudik yang saling berbagi makanan atau minuman berbuka atau sahur tanpa diminta. Sikap ramah terpancarkan dari obrolan-obrolan ringan antar pemudik meskipun tak saling kenal, menjadikan perjalanan mudik lebih asyik.
Hal asyik lainnya adalah pemandangan yang terhampar di sepanjang perjalanan. Sawah, gunung, hutan dan liukan sungai terhampar bebas memanjakan mata kita. Seakan-akan hendak meredam kelelahan yang menerpa raga, hingga tak terasa tinggal beberapa saat lagi menjejakkan kaki di kampung halaman. Rasa nikmat yang luar biasa saat tiba di kampung halaman dengan pelukan hangat sebagai bentuk sambutan dari keluarga tercinta, terbayar sudah lelah dan letih selama perjalanan.
Betapapun banyak kesulitan, derita dan kesusahan imbas dari mudik tiap tahunnya selalu ada kenangan atau hal unik dan asyik yang dapat dibawa dan diceritakan sebagai bahan saat jamuan lebaran di kampung halaman.
Itulah mudik, kebiasaan yang telah menjadi sebuah tradisi dan budaya orang indonesia hingga sekarang. Saya dan anda pastinya sudah pernah merasakan tradisi “mudik” bukan? Tradisi paling Indonesia yang tak akan anda temui di belahan bumi manapun selain tanah air kita tercinta ini, Indonesia.
Ngomong-ngomong, sudah siap mudik tahun ini?
(gambar: google “mudik”)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar