Selasa, 03 Mei 2011

MAKALAH FILSAFAT-AGAMA-ATHEISME

MAKALAH FILSAFAT ATHEISME


PENDAHULUAN
Atheis merupakan aliran filsafat yang ingin mewujudkan sejarah manusia tanpa Tuhan.Penulis asal Perancis abad ke-18, Baron d'Holbach adalah salah seorang pertama yang menyebut dirinya Atheis. Waktu dia lahir bernama Paul Heinrich Dietrich di Edesheim, Rhenish Palatinate. Akan tetapi dia tinggal di Paris. Dia terkenal akan atheismenya dan tulisannya yang anti agama, dengan tulisan yang paling terkenal adalah System of Nature (1770). dia meninggal umur 65 tahun pada tanggal 21 Januari 1789.
Tokoh atheis lain muncul pada tahun 1844 – 1890 yaitu Friedrich Nietzche. Tuhan dan agama menurutnya dipandang sebagai formula jahat yang diterapkan dalam setiap fitnah melawan manusia di dunia.
  • PENGERTIAN ATHEISME
    Atheisme adalah sebuah pandangan filosofi yang tidak mempercayai keberadaan Tuhan dan dewa – dewi, ataupun penolakan terhadap theisme. Dalam pengertian yang luas, atheisme adalah ketiadaan kepercayaan pada keberadaan dewa atau tuhan.
    Istilah atheisme berasal dari bahasa Yunani “atheos” yang secara peyoratif digunakan untuk merujuk pada siapapun yang kepercayaannya bertentangan dengan agama atau kepercayaan yang sudah mapan di lingkungannya. Dengan menyebarnya pemikiran bebas, skeptisisme ilmiah dan kritikan terhadap agama, istilah atheis mulai di spesifikasi untuk merujuk kepada mereka yang tidak percaya kepada Tuhan. Pada zaman sekarang, sekitar 2,3 % populasi dunia mengaku sebagai atheisme, manakala 11,9 % mengaku sebagai nontheis. Sekitar 65 % orang Jepang mengaku sebagai atheisme, agnostik, ataupun orang yang tidak beragama dan sekitar 48 % nya di Rusia. Persentase komunitas tersebut di Uni Eropa berkisar antara 6 % (Itali) sampai 85% (Swedia).Banyak atheis bersikap skeptis kepada keberadaan fenomena paranormal karena kurangnya bukti empiris. Yang lain memberikan argumen dengan dasar filosofis, sosial atau sejarah.
    Pada kebudayaan Barat, atheis sering kali di asumsikan sebagai tidak beragama atau ireligius. Beberapa aliran agama Buddha tidak pernah menyebutkan istilah Tuhan dalam berbagai upacara ritual, namun dalam agama buddha konsep ketuhana yang dimaksud mempergunakan istilah Nibbana. Karenanya agama ini sering disebut agama atheistik. Walaupun banyak dari yang mendefinisikan dirinya sebagai atheis cenderung kepada filosofi sekuler seperti humanisme, rasionalisme dan naturalisme, tidak ada ideologi atau perilaku sfesifik yang di junjung oleh semua atheis.
    Pada zaman Yunani kuno, atheos berarti tak bertuhan. Kata ini mulai merujuk pada penolakan tuhan yang disengajakan dan aktif pada abad ke-5 SM, dengan definisi memutuskan hubungan dengan tuhan atau dewa atau menolak tuhan atau dewa. Terjemahan modern pada teks – teks klasik kadang – kadang menerjemahkan atheos sebagai atheistik. Sebagai nomina abstrak, terdapat pula atheotes yang berarti atheisme.
    Cicero mentransliterasi kata Yunani tersebut ke dalam bahasa latin atheos. Istilah ini sering digunakan pada perdebatan antara umat kristen awal dengan para pengikut agama Yunani kuno (Helenis), yang mana masing – masing pihak menyebut satu sama lainnya sebagai atheis secara peyoratif.
    Atheisme pertama kali digunakan untuk merujuk pada kepercayaan tersendiri pada akhir abad ke-18 di Erapa, utamanya merujuk pada ketidakpercayaan pada Tuhan monoteis. Pada abad ke-20 globalisasi memperluas definisi istilah ini untuk merujuk pada ketidakpercayaan pada semua tuhan atau dewa, walaupun masih umum untuk merujuk atheisme sebagai ketidakpercayaan kepada tuhan monoteis. Akhir – akhir ini, terdapat suatu desakan di dalam kelompok filosofi tertentu untuk mendefinisikan ulang atheisme sebagai ketiadaan kepercayaan pada dewa dewi, daripada atheisme sebagai kepercayaan itu sendiri. Definisi ini sangat populer di antara komunitas atheis walaupun penggunaannya masih sangat terbatas.




  • DEFINISI DAN PEMBEDAAN SERTA RUANG LINGKUP ATHEISME
    Suatu gambaran yang menunjukkan hubungan antara definisi atheisme kuat dan lemah dengan atheisme implisit dan eksplisit. Atheis implisit tidak memiliki pemikiran akan kepercayaan pada tuhan, individu seperti itu dikatakan secara implisit tanpa kepercayaan kepercayaan pada Tuhan. Atheis eksplisit mengambil posisi terhadap kepercayaan pada tuhan, individu tersebut dapat menghindari untuk percaya pada Tuhan (atheisme lemah) ataupun mengambil posisi bahwa tuhan tidak ada (atheisme kuat).
    Beberapa ambiguitas dan kontroversi yang terlibat dalam pendefinisian atheisme terletak pada sulitnya mencapai konsensus dalam mendefinisikan kata – kata seperti dewa dan tuhan. Pluralitas dalam konsep ketuhanan dan dewa menyebabkan perbedaan pemikiran akan penerapan kata atheisme. Dalam konteks theisme didefinisikan sebagai kepercayaan pada tuhan monoteis, orang – orang yang percaya pada dewa dewi lainnya akan diklasifikasikan sebagai atheis. Sebaliknya pula, orang – orang Romawi kuno juga menuduh umat kristen sebagai atheis karena tidaka menyembah dewa dewi paganisme. Pada abad ke-20 pandangan ini mulai ditinggalkan seiring dengan dianggapnya theisme meliputi keseluruhan kepercayaan pada dewa atau tuhan. Bergantung pada apa yang para atheis tolak, penolakan atheisme dapat berkisar dari penolakan akan keberadaan tuhan atau dewa sampai dengan keberadaan konsep – konsep spiritual dan paranormal seperti yang pada agama Hindu dan Buddha.
    Definisi atheisme juga bervariasi dalam halnya sejauh mana seseorang harus mengambil posisi mengenai gagasan keberadaan tuhan untuk dianggap sebagai atheis. Atheisme kadang – kadang didefinisikan secara luas untuk meliputi ketiadaan kepercayaan akan keberadaan tuhan atau dewa. Definisi yang luas ini akan memasukkan orang – orang yang tidak memiliki konsep theisme sebagai atheis. Pada tahun 1772, Baron d'Holbach mengatakan bahwa semua anak – anak dilahirkan sebagai atheis, karena mereka tidak tahu akan Tuhan. George H. Smith 1979 juga menyugestikan bahwa orang yang tidak kenal dengan theisme adalah atheis karena ia tidak percaya pada tuhan. Kategori ini juga memasukkan anak dengan kapasitas konseptual untuk mengerti isu – isu yang terlibat, tapi masih tidak sadar akan isu – isu tersebut (sebagai atheis). Fakta bahwa anak ini tidak percaya pada tuhan membuatnya pantas disebut atheis. Smith menciptakan istilah atheisme implisit untuk merujuk pada ketiadaan kepercayaan teistik tanpa penolakan yang secara sadar dilakukan dan atheisme eksplisit untuk merujuk pada definisi ketidakpercayaan yang dilakukan secara sadar.
                      Dalam kebudayaan barat, pandangan bahwa anak dilahirkan sebagai atheis merupakan pemikiran yang baru. Sebelum abad ke-18 keberadaan Tuhan diterima dengan sangat luas sedemikiannya keberadaan atheisme yang benar – benar tidak percaya akan Tuhan itu dipertanyakan keberadaannya. Hal ini disebut theistic innatism (pembawaan lahir teistik) yaitu bahwa semua orang percaya pada Tuhan dari lahir. Pandangan ini memiliki konotasi bahwa para atheis hanya menyangkal diri sendiri. Terdapat pula sebuah posisi yang mengklaim bahwa atheis akan dengan cepat percaya pada Tuhan saat krisis, bahwa atheis percaya pada Tuhan saat meninggal dunia ataupun bahwa tidak ada atheis dalam lubang perlindungan perang. Beberapa pendukung pandangan ini mengklaim bahwa keuntungan antropologis agama membuat manusia dapat mengatasi keadaan susah lebih baik. Beberapa atheis menitikberatkan fakta bahwa terdapat banyak contoh yang membuktikan sebaliknya, di antaranya contoh – contoh atheis yang benar – benar berada di lubang perlindungan perang.
                      Para fisuf seperti Antony Flew, Michael Martin dan William L. Rowe membedakan antara atheisme kuat/positif dengan atheisme lemah/negatif. Atheisme kuat adalah penegasan bahwa tuhan tidak ada sedangkan atheisme lemah meliputi seluruh bentuk ajaran nonteisme lainnya. Menurut kategori ini, siapapun yang bukan theis dapatlah atheis yang lemah ataupun kuat. Istilah lemah kuat ini merupakan istilah baru namun istilah yang setara seperti atheisme negatif dan positif telah digunakan dalam berbagai literatur – literatur filosofi dan apologetika katolik (dalam artian yang sedikit berbeda) menggunakan batasan atheisme ini, kebanyakan agnostik adalah atheis lemah.
                      Manakala Martin, menegaskan bahwa agnostisisme memiliki bawaan atheisme lemah. Kebanyakan agnostik memandang pandangan mereka berbeda dari atheisme, yang mereka lihat atheisme sama saja tidak benarnya dengan theisme. Ketidaktercapaian pengetahuan yang diperlukan untuk membuktikan atau membatah keberadaan tuhan kadang – kadang dilihat sebagai indikasi bahwa atheisme memerlukan sebuah lompatan kepercayaan. Respon atheis terhadap argumen ini adalah bahwa dalil – dalil keagamaan yang tidak terbukti seharusnyalah pantas mendapatkan ketidakpercayaan yang sama sebagaimana ketidakpercayaan pada dalil – dalil tak terbukti lainnya dan bahwa ketidakterbuktian keberadaan tuhan tidak mengimplikasikan bahwa probabilitas keberadaan tuhan sama dengan probabilitas ketiadaan tuhan.
Filsuf Skotlandia J.J.C Smart bahkan berargumen bahwa kadang -kadang seseorang yang benar – benar atheis dapat menyebut dirinya sebagai seorang agnostik karena generalisasi skeptisisme filosofis tidak beralasan yang dapat menghalangi kita dari berkata kita tahu apapun, kecuali mungkin kebenaran matematika dan logika formal. Karenanya, beberapa penulis atheis populer seperti Richard Dawkins memilih untuk membedakan posisi theis, agnostik dan atheis sebagai spektrum probabilitas terhadap pernyataan tuhan ada.
  • ARGUMEN LOGIS DAN BERDASARKAN BUKTI
      Atheisme logis memiliki posisi bahwa berbagai konsep ketuhanan, seperti tuhan personal dalam ke kristenan dianggap secara logis tidak konsisten. Para atheis ini memberikan argumen deduktif yang menentang keberadaan tuhan yang menegaskan ketidakcocokan antara sifat – sifat tertentu tuhan, misalnya kesempurnaan, status pencipta, kekekalan,kemahakuasaan, kemahatahuan, kemahabelaskasihan, transendensi, kemaha adilan dan kemaha pengampunan Tuhan.
      Atheis teodisi percaya bahwa dunia ini tidak dapat dicocokkan dengan sifat – sifat yang terdapat pada Tuhan dan dewa – dewi sebagaimana yang diberikan oleh para teolog. Mereka berargumen bahwa kemaha tahuan, kemaha kuasaan dan kemaha belas kasihan Tuhan tidaklah cocok dengan dunia yang penuh dengan kejahatan dan penderitaan dan belas kasih Tuhan adalah tidak dapat dilihat oleh banyak orang. Argumen yang sama juga diberikan oleh Siddhartha Gautama pendiri agama Buddha.
    • POKOK – POKOK PEMIKIRAN FRIEDRICH NIETZCHE
      Pokok – pokok filsafatnya di antaranya mengenai kehendak manusia, manusia sempurna dan kritikan terhadap agama kristen. Pokok – pokok filsafatnya sebagai berikut :
    • kehendak untuk berkuasa merupakan dasar dan sumber tingkah laku manusia. Kehendak
      untuk berkuasa memasuki semua bidang kegiatan manusia: kesadaran hidup, perwujudan
      nilai – nilai agama, kebudayaan dan lainnya. Kehendak untuk berkuasa bahkan merupakan
      kenyataan yang benar akan dunia ini. Dunia ini adalah kehendak untuk berkuasa, lain tidak.
      Kehendak untuk berkuasa ini tampak dalam ilmu pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan, manusia ingin menyelidiki dunia untuk menemukan kenyataan dunia yang menjadi. Dengan ilmu, semua yang dapat didefinisikan sebagai penjelmaan alam menjadi konsep -konsep dengan tujuan menguasai alam.
      Tentang agama juga dinyatakan sebagai perwujudan keehendak untuk berkuasa. Semua agama pada hakikatnya berasal dari kehendak untuk berkuasa. Karena kehendak untuk berkuasa ini tidak dapat dipenuhi dengan kekuatan manusia sendiri, maka manusia menyerahkan usahanya kepada pribadi yang lebih tinggi. Manusia lari kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena ia sendiri tidak dapat mengalahkan kekuatan yang dihadapinya.
    • Bagi nietzsche manusia yang ideal adalah superman. Dengan superman kehendak untuk berkuasa atas dunia menjadi sempurna. Sejarah akan mencapai kesudahannya pada kehadiran manusia superman ini. Superman adalah manusia yang mengetahui bahwa Tuhan telah mati, bahwa tidak ada sesuatupun yang melebihi atau mengatasi dunia ini. Superman akan muncul bila manusia telah manusia mempunyai keberanian untuk mengybah sistem nilai untuk menghancurkan nilai – nilai yang ada terutama nilai ke kristenan. Sesudah itu manusia yang kuat yang berani menghancurkan nilai – nilai lama, harus menciptakan dan menyusun nilai – nilai baru yang melebihi nilai sebelumnya. Kehendak untuk kuasa yang menjelma dalam semua nilai akan mengarah kepada superman, akan merupakan personofikasinya. Superman tampil di dunia ini seperti Caesar dari Romawi Kuno, Napoleon dari Prancis, Goethe dari Jerman dan sebagainya.
    • Kritik terhadap agama kristen walau Nietzsche terdidik di lingkunan kristen namun akhirnya ia menjadi filosof atheis yang paling ekstrim. Kritik terhadap agama kristen mencapai puncaknya dalam bukunya anti kristus.
        Agama kristen dinyatakan sebagai lambang pemutarbalikkan nilai – nilai, sebab jiwa kristiani menolak segala yang alamiah dan memusuhi segala yang nafsani. Pengertian Allah agama kristen adalah penertian yang paling rusak dari segala penertian tentang Allah, sebab Allah dipandang sebagai Allah anak – anak piatu, janda – janda dan orang sakit. Allah dipandang sebagai roh yang bertentangan sekali dengan hidup ini. Jiwa kristiani adalah jiwa yang tidak memberi penguasaan dan kebangsawanan. Semua itu harus dibongkar sehingga ditimbulkan nilai – nilai baru, moral tuan.
      Bagi Nietzsche peristiwa yang paling menonjol dalam sejarah di Barat pada zaman modern adalah bahwa Allah sudah mati. Dimaksudkan dengan itu ialah bahwa kepercayaan kristiani akan allah sudah layu dan hampir tidak mempunyai peranan riil lagi. Dan Nietzsche merasa terpanggil untuk mewujudkan sejarah baru tanpa tuhan. Jika Allah sudah mati, jika Allah kristiani dengan segala perintah dan larangannya sudah tidak merupakan rintangan lagi, itu berarti bahwa dunia sudah terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia. Mata manusia tidak lagi kepada sesuatu di belakang atau di atas dunia dimana ia hidup, tetapi harus setia terhadap dunia ini.

1 komentar:

  1. Filsafat adalah sebuah kajian tentang semua dan seluruh kehidupan sebagaimana kita hidup di dalamnya, dan juga mengkaji semua pengalaman manusia (Washburn, 1997: 3). Disiplin ilmu lain mungkin saja juga mempelajari kehidupan, namun tidak ada sebuah kajian yang menyeluruh sebagaimana yang dilakukan oleh filsafat. Filsafat tidak hanya mengkaji bagian saja, atau keseluruhan saja, namun mengkaji bagian dalam rangka keseluruhan, dan sebaliknya. Semua aspek kehidupan, sejauh itu berkaitan dengan persoalan eksistensi manusia, akan menjadi bagian dari kajian filsafat. Filsafat dapat mempersoalkan hal “sepele” seperti bangun, tidur, makan, menguap, kuliah, osp’r’ek, pacaran, kawin, dan lain sebagainya – namun filsafat mengkajinya secara “serius”, dalam arti persoalan tersebut ditelaah sampai pada peneguhan premis terakhir atau premis utama, yang tidak tergantung pada peneguhan lain atau premis lain (Graybosch, 1998: 6). Dengan demikian tidak ada persoalan filsafat yang tidak penting. Namun dari berbagai persoalan filsafat, persoalan tentang “Ada – Tidak Ada Tuhan” merupakan persoalan paling penting (Washburn, 1997: 16). Pentingnya persoalan tersebut bukan pada “kesulitan teknis” yang ditimbulkan oleh “metode”-nya, melainkan pada konsekuensi dari jawaban apa pun yang diberikan atas pertanyaan “Apakah Tuhan ada ?” Mengapa demikian ?

    Belajar filsafat tanpa pernah berfilsafat, sama seperti belajar estetika tanpa pernah mendengar musik, baca puisi, atau baca cerita pendek (Graybosch, 1998: 2). Sehingga belajar filsafat melibatkan seluruh “diri”, akal, pikiran, perasaan, harapan, bahkan impian. Konsekuensinya, seseorang yang belajar filsafat meski siap untuk berubah, atau membongkar keyakinan “tradisional” yang selama ini telah dipegang-nya. Keyakinan itu dapat berupa keyakinan tentang “tidur”, “bangun”, “makan”, “kuliah”, atau hal “sepele” lainnya, namun dapat pula yang meski berubah adalah keyakinan tentang “Tuhan”. Sudah siapkah anda ?

    Beratnya belajar filsafat sesungguhnya terutama disebabkan oleh tuntutan untuk bersikap kritis, radikal dan rasional, dengan pilar utama: rasio. Mengapa pilar utamanya rasio ? Karena bagaimana pun, berbeda dengan agama, filsafat merupakan bagian dari usaha rasional manusia untuk memahami realitas (Windt, 1982: 3). Bila tuntutan ini terlampau berat, ada jalan mudah untuk mengatasinya. Pertama: pindah bidang studi ! Atau bila ini masih berat (karena terlanjur membayar SPP, BOP, atau yang lain), cara kedua mungkin dapat anda lakukan: menganggap tidak ada persoalan seserius yang dikaji oleh filsafat ! Hidup ini yang ringan-ringan sajalah ! Life is too short to worry ! Pilihan kedua ini sah-sah saja, walau dengan resiko anda di “negeri asing”, karena filsafat adalah “negeri orang bertanya” !

    Terlepas dari beban dan resiko berbicara tentang Tuhan, saya akan membawa anda untuk mengenali sebagian wilayah kajian filsafat (wilayah paling angker !), yakni wilayah “ke-Tuhan-an”, dan itu dapat dimulai dengan bertanya: Adakah Tuhan ?

    BalasHapus